Di era digital yang makin padat, iklan online kini berisiko menjadi "gangguan berlebih". Algoritma bisa diatur ulang, iklan bisa dilewati, dan perhatian audiens bisa hilang dalam hitungan detik. Inilah tantangan baru bagi brand, bagaimana tetap relevan dan hadir secara nyata dalam keseharian audiens?
Jawabannya ada pada sinergi media. Dunia hari ini bukan sekadar online atau offline, melainkan sebuah ekosistem yang saling menguatkan. Dalam konteks inilah media OOH (Out-of-Home), seperti BRT dan Non-BRT, menemukan momentumnya kembali. Iklan luar ruang bukan hanya bertahan, tapi kini berevolusi menjadi pilar utama dalam kampanye brand yang menyentuh kehidupan nyata.
Dua media yang sering digunakan di kota besar seperti Jakarta adalah media BRT dan Non-BRT. Tapi, mana yang lebih unggul? Bagaimana masing-masing bekerja, dan bagaimana brand bisa memanfaatkan keduanya secara strategis?
Media BRT umumnya terpasang di dalam sistem transportasi massal seperti TransJakarta. Dengan jangkauan yang menyasar pengguna moda transportasi publik, iklan di BRT memiliki keunggulan dalam menangkap audiens yang relatif captive, di mana penumpang yang berada dalam satu lokasi dalam waktu lama.
Sebaliknya, media Non-BRT seperti halte, street furniture, dan media visual lainnya hadir di jalan utama, daerah residential, area kampus, dan pusat aktivitas harian. Ini memungkinkan pesan brand disampaikan kepada audiens yang lebih beragam, dari pejalan kaki, pengendara motor, pengemudi mobil, hingga warga yang beraktivitas di sekitarnya.
Media BRT unggul dalam durasi paparan yang panjang, di mana penumpang memiliki waktu untuk memperhatikan iklan dalam kendaraan atau di halte. Tapi perlu dicatat, audiens BRT bersifat tersegmentasi, terbatas pada pengguna transportasi umum.
Sebaliknya, media Non-BRT memiliki durasi singkat tapi masif. Setiap harinya, ribuan orang melintasi media Non-BRT secara visual dalam perjalanan menuju kantor, rumah, atau tempat berbelanja. Dalam hal frequency, Non-BRT bisa menghasilkan dampak visual yang tinggi, bahkan hanya dalam beberapa detik.
Media BRT cenderung terstandarisasi, yaitu ukuran dan bentuknya ditentukan oleh desain sistem transportasi itu sendiri. Sebaliknya, media Non-BRT memiliki fleksibilitas desain dan format yang lebih tinggi. Brand bisa menghadirkan elemen visual yang kreatif, immersive, bahkan interaktif, sesuai dengan lokasi dan kebutuhan kampanye.
Coba bayangkan skenario berikut, lampu merah menyala, pengendara memperhatikan sekitar, dan tepat di hadapan mereka berdiri media Non-BRT yang menampilkan pesan brand yang kuat dan elegan. Atau saat seseorang berjalan ke minimarket di sore hari, matanya tertumbuk pada instalasi brand yang familiar di seberang jalan.
Media Non-BRT tidak menunggu audiens datang, melainkan hadir di tengah aktivitas harian mereka. Ia menyapa, bukan menunggu. Ia berada di titik-titik yang tidak terelakkan, menjadikannya salah satu alat komunikasi paling natural dan tidak mengganggu.
Inilah kekuatan Non-BRT: ia menyisip di antara momen kecil yang tak terduga, namun justru paling mengena.
Baca juga: Cara Baru Bikin Iklan 3D Viral, Pilih LED Iconic BSD ini!
City Vision memahami bahwa eksklusivitas bukan tentang membatasi, melainkan tentang memilih tempat yang tepat dan audiens yang relevan. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa media Non-BRT milik City Vision sangat layak masuk dalam strategi kampanye brand premium:
Tidak semua brand bisa langsung hadir di kanal Non-BRT milik City Vision. Ini bukan kelemahan, melainkan justru nilai tambah. Dengan seleksi ketat terhadap lokasi dan brand yang tampil, media ini menciptakan persepsi premium di mana hanya brand yang percaya diri dan kuat secara positioning yang hadir di sana.
Berbeda dengan iklan digital yang bisa di-skip, media Non-BRT City Vision berada di lokasi strategis yang tidak bisa dihindari. Persimpangan padat, jalur pemukiman aktif, kawasan komersial, semuanya dipilih berdasarkan data dan insight, bukan asumsi. Di sinilah kekuatan sebenarnya di mana iklan Anda akan dilihat, disadari, dan diingat.
City Vision memiliki titik-titik Non-BRT yang tersebar di berbagai lokasi kunci, namun tetap dikelola dengan prinsip konteks dan relevansi. Itu artinya, kampanye Anda tidak hanya hadir di banyak tempat, tapi hadir di tempat yang benar.
Hadir di media Non-BRT milik City Vision bukan sekadar soal exposure. Ini adalah pernyataan bahwa brand Anda hadir di dunia nyata, tampil di ruang publik yang strategis, dan menjadi bagian dari perjalanan harian konsumen. Dalam jangka panjang, ini menciptakan brand recall dan trust yang lebih kuat dibanding iklan sesaat di layar ponsel.
Meskipun masing-masing memiliki kekuatan sendiri, strategi paling efektif justru datang saat BRT dan Non-BRT bekerja bersama dalam kampanye terintegrasi.
Bayangkan sebuah kampanye nasional, BRT digunakan untuk menyasar area dengan volume pengguna transportasi publik tinggi (seperti CBD atau koridor utama), sementara Non-BRT menjangkau area pemukiman, kampus, atau pusat komunitas. Hasilnya adalah kombinasi jangkauan luas dan kedalaman pesan.
Dengan pendekatan ini, brand tidak hanya terlihat, tapi terasa hadir di mana-mana, mengikuti perjalanan audiens dari pagi hingga malam, dari rumah ke kantor, dari layar ke jalan.
Baca juga: Kenapa OOH di SCBD Jadi Lokasi Favorit untuk Iklan Premium?
Di era serba cepat dan serba digital, keberanian brand untuk hadir di ruang publik adalah sebuah tanda kekuatan dan kepercayaan diri. Mereka tidak sekadar beriklan, tapi membangun kehadiran yang nyata dan tidak tergantikan.
Media Non-BRT, khususnya dari City Vision, bukanlah alternatif atau pelengkap semata. Ia adalah fondasi penting dalam ekosistem kampanye OOH modern. Dalam ruang yang padat, perhatian yang terbatas, dan ekspektasi konsumen yang tinggi, hanya brand yang cerdas dan konsisten yang akan benar-benar diingat.
Jadi, sudah siap membawa brand Anda keluar layar dan menempati ruang yang tak bisa di-skip? Hubungi tim City Vision sekarang juga!